AD/ART FPI Masih Bias, Kemendagri Masih Mengkaji - Mading Indonesia

Post Top Ad

AD/ART FPI Masih Bias, Kemendagri Masih Mengkaji

AD/ART FPI Masih Bias, Kemendagri Masih Mengkaji

Share This

Jakarta – Di tengah keraguan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) soal status Front Pembela Islam (FPI), Kementerian Agama (Kemenag) mengeluarkan Rekomendasi Pendaftaran Ulang Surat Keterangan Terdaftar atau SKT untuk ormas itu. Mengenai Penerbitan Surat Rekomendasi FPI oleh Kemenag Masih Harus Dikaji Oleh Kemendagri
Atas hal tersebut Sekjen Kemenag M Nur Kholis Setiawan menegaskan bahwa surat dikeluarkan karena FPI dianggap sudah memenuhi persyaratan permohonan rekomendasi organisasi kemasyarakatan (ormas). Hal itu diatur dalam Peraturan Menteri Agama (PMA) No 14/2019.
“Seluruh persyaratan yang diatur dalam PMA 14/2019 sudah dipenuhi oleh FPI, sehingga kami keluarkan rekomendasi pendaftaran ulang SKT nya,” tegas M Nur Kholis di Jakarta, Kamis (28/11/2019).
Menurut Nur Kholis ada beberapa persyaratan yang diatur dalam PMA tersebut. Beberapa di antaranya adalah dokumen pendukung yang mencakup akte pendirian, program kerja, susunan pengurus, surat keterangan domisili, dan NPWP.
Selain itu, kata Nur, FPI juga memenuhi surat pernyataan tidak dalam sengketa kepengurusan atau dalam perkara pengadilan, surat pernyataan kesanggupan melaporkan kegiatan, dan surat pernyataan setia kepada NKRI, Pancasila, dan UUD 1945, serta tidak melakukan perbuatan yang melanggar hukum.
“Persyaratan tersebut sudah dipenuhi FPI, termasuk pernyataan setia kepada NKRI, Pancasila, dan UUD 1945, serta tidak melakukan perbuatan yang melanggar hukum. Surat pernyataan kesetiaan tersebut sudah dibuat FPI di atas materai,” ujar Nur Kholis.
“Kami keluarkan surat rekomendasi tersebut karena hal itu menjadi bagian dari kepatuhan atas pelayanan publik yang harus kami lakukan,” tegas Nur Kholis.
Nur Kholis mengatakan setiap organisasi masyarakat yang setia pada pilar bangsa, mempunyai hak yang sama untuk berserikat dan berkumpul, termasuk menyampaikan pendapat. Namun, semua harus dilakukan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
Dia beralasan Kementerian Agama sebagai instansi pembina wajib merangkul semuanya. “Siapa pun yang setia kepada NKRI, Pancasila, dan UUD 1945, harus diterima, dirangkul, dibina, dan diajak kerja sama agar bisa ikut membangun bangsa,” tutur Nur Kholis.
Dia menyebut jika terjadi pelanggaran hukum, pihaknya akan menyerahkan ke aparat keamaan. Rekomendasi dapat dicabut apabila ormas terbuki melakukan pelanggaran hukum.
Kementerian Agama, ujar Nur Kholis, hanya menerbitkan rekomendasi. Rekomendasi itu hanya salah satu syarat dari sekian persyaratan yang harus dipenuhiormas jika akan memperpanjang SKT.
“Rekomendasi Kemenag sudah diserahkan ke Kemendagri. Adapun penerbitan SKT itu menjadi kewenangan mutlak Kementerian Dalam Negeri,” tegasnya.
“Kementerian Agama ke depan akan fokus pada upaya moderasi beragama. Semua ormas akan diajak, tidak terkecuali FPI, jika sudah mendapat izin dari Kemendagri, agar bersama-sama membangun Negara Kesatuan Republik Indonesia,” tutur Nur Kholis.
AD/RT
Sementara itu, Mendagri Tito Karnavian mengemukakan sejumlah alasan yang membuat proses perpanjangan izin FPI belum selesai. Meski Tito mengetahui telah ada kesepakatan bahwa FPI menerima dan setia terhadap NKRI dan Pancasila, masih ada kendala dalam AD/ART ormas tersebut.
“Di AD/ART itu di sana disampaikan bahwa visi dan misi organisasi FPI adalah penerapan Islam secara kafah di bawah naungan Khilafah Islamiyah, melalui pelaksanaan dakwah penegakan hisbah dan pengawalan jihad. Ini yang sedang didalami lagi oleh Kementerian Agama karena ada pertanyaan yang muncul, karena ini ada kabur-kabur bahasanya,” ujar Mendagri saat rapat kerja di Komisi II DPR, Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, pada Kamis (28/11/2019), dikutip Solopos.com dari Suara.com.
Tito mengemukakan, penggunaan kata “Khilafah Islamiyah” yang terdapat dalam AD/ART FPI sangat sensitif karena bisa berarti dan bermaksud lain.
Selain kata Khilafah Islamiyah, penggunaan kalimat untuk melaksanakan dan menegakkan hisbah, semisal menegakkan hukum sendiri juga dipertanyakan Tito. Selanjutnya, kalimat pengawalan jihad juga mendapat sorotan karena rentan disalah mengerti oleh anggota maupun kelompok masyarakat di akar rumput.
Sementara Koordinator Nasional Jaringan GUSDURian, Alissa Wahid, mengatakan selain meminta FPI menyatakan dan berjanji untuk setia kepada Pancasila dan NKRI, pemerintah harus memastikan AD/ART FPI tidak bertentangan dengan UUD 1945 dan Pancasila. “Bagaimana mungkin mengikuti dasar negara NKRI kalau mereka masih berpikir bahwa Bhinneka Tunggal Ika itu pakai syarat? Indonesia itu tanpa syarat. Semua warga negara diakui hak konstitusinya secara setara,” kata Alissa saat dihubungi.
“Oleh karena itu penting memeriksa AD/ART FPI. Kalau memang bertentangan, kenapa bisa diizinkan? Kedua, kalau pun AD/ART tidak bertentangan, dia tidak diperkenankan juga untuk melanggar aturan,” lanjutnya. Alissa mengkritik bagaimana FPI selama ini melakukan sweeping dan main hakim sendiri–yang bukan merupakan tugasnya, melainkan tugas aparat penegak hukum.
Justru, katanya, beberapa momen sering dibiarkan dan bahkan bekerja sama dengan negara. “Mereka mengambil alih tugas itu. Itu, kan, berarti mereka menganggap dirinya lebih berhak. Itu persoalan yang selama ini sering dibiarkan negara, bukan hanya polisi. Bahkan di beberapa kota FPI sweeping bersama Kesbangpol dan Satpol PP,” katanya.
Dengan memastikan AD/ART tidak bertentangan, kata Alissa, setidaknya itu bisa membikin FPI mengakui bahwa ada kesetaraan warga negara yang tak boleh dilanggar. “Kalau mereka mengakui NKRI, maka mereka mengakui bahwa ada kesetaraan warga negara karena itu mereka enggak boleh melakukan sweeping kepada warung-warung yang berjualan di siang hari pada bulan puasa, misalnya. Karena itu adalah hak konstitusi,” lanjutnya.

No comments:

Post a Comment

Post Bottom Ad

Pages