Warga Papua Sambut Dingin Provokasi OPM Terkait Aksi 1 Desember - Mading Indonesia

Post Top Ad

Warga Papua Sambut Dingin Provokasi OPM Terkait Aksi 1 Desember

Warga Papua Sambut Dingin Provokasi OPM Terkait Aksi 1 Desember

Share This

JAKARTA – Masyarakat Papua abnggap angin lalu provokasi Organisasi Papua Merdeka (OPM) untuk merayakan HUT OPM. Pemuda Papua bernama TW Deora menulis dalam sebuah artikel, OPM telah masif memprovokasi anak muda untuk berdemonstrasi pada 1 Desember 2019.
Menurut Deora, sikap dingin masyarakat terhadap 1 Desember 2019 menunjukkan bahwa OPM semakin ditolak masyarakat Papua dan Papua Barat. Beberapa hari jelang 1 Desember 2019, akun twittermilik buronan Indonesia Veronica Koman aktif mempolitisir situasi di Papua. Di media sosial, akun Medsos separatis juga mengabarkan adanya insiden bendera Bintang Kejora di Balai Kota Australia, sehingga Pemerintah melalui Kemenlu perlu secara tegas menyikapi hal ini.
Anasir-anasir yang merespons dengan melakukan aksi unjuk rasa seperti seruan OPM dan Free West Papua antara lain terjadi di depan Gong Perdamaian, Kota Ambon, Maluku, yang dilakukan puluhan orang dengan menuntut pemberian hak menentukan nasib sendiri bagi bangsa West Papua dan bebaskan tahanan politik Papua.
Dari berbagai tuntutannya, kelompok ini jelas merepresentasikan sayap politik OPM terlihat dari bunyi tuntutan yang sebenarnya tidak realistis untuk ditanggapi oleh siapapun, apalagi oleh Pemerintah Indonesia seperti bebaskan Surya Anta dan semua tahanan politik West Papua (seperti diketahui bahwa Surya Anta adalah “foreign stooge” seperti Veronica Koman yang berhasil kabur ke Australia pasca kerusuhan di Papua pada Agustus 2019) dan mendukung keanggotaan ULMWP di Melanesia Spearhead Group, Pacific Island Forum dan perjuangan keanggotaan ULMWP di PBB.
Dalam aksi unjuk rasa tersebut, salah seorang tokoh pemuda Papua yaitu Erwin Abisay mengatakan, agar peserta aksi menghentikan aksinya dan tidak perlu menuntut merdeka. Pihaknya mengajak agar seluruh mahasiswa Papua yang studi agar menyelesaikan studinya dengan baik karena Papua belum merdeka dari bidang pendidikan.
Jelas pernyataan Abisay ini adalah pernyataan yang benar, karena generasi Papua yang paham sejarah Papua jelas tidak akan mau menuntut kemerdekaan Papua. Rumorsnya aksi unjuk rasa di Ambon ini dibiayai oleh salah seorang pengacara yang merupakan simpatisan RMS dan konon sudah dideteksi oleh aparat intelijen dan aparat keamanan di Maluku, kemungkinan tinggal menunggu langkah hukum terhadapnya seperti misalnya mencabut ijin operasional kepengacaraannya.
Sementara itu, di Jalan Pierre Tendean, Kota Manado, Sulawesi Utara, terdapat tulisan “Freedom Papua” yang konon kabarnya sudah ditulis sejak dua minggu yang lalu oleh OTK, namun kurang mendapatkan perhatian dari aparat pemerintah setempat.
Sedangkan, hal lain terkait peringatan HUT OPM ini yaitu terjadi peristiwa penangkapan 4 orang jemaat Misa di Gereja Katolik Gembala Baik Abepura yang kedapatan membawa bendera bintang Kejora, dimana masalah ini langsung direspons Veronica Koman melalui twitternya yang aktif mempostingnya.
Jika kelompok pendukung OPM hanya segelintir orang yang melakukan unjuk rasa, sedangkan sayap politiknya seperti Veronica Koman yang “unjuk gigi di media sosial”, maka sebaliknya masyarakat Papua terutama generasi mudanya yang tidak lagi mempercayai propaganda ULMWP, OPM, AMP, KNPB, Benny Wenda termasuk Veronica Koman di beberapa daerah melakukan aksi damai memperkuat integrasi Papua dalam NKRI melalui berbagai acara seperti lomba futsal di Surabaya, Jawa Timur, melakukan ibadah dan doa di beberapa daerah seperti Kota Manado, pelaksanaan “Iustitia Run 6.0 K” di Salatiga, Jawa Tengah yang diikuti ratusan mahasiswa termasuk mahasiswa asal Papua, serta aksi damai di Sleman Yogyakarta yang bertema “Jogja Jaga NKRI” diselenggarakan Aliansi Jogja Sehati (AJS), Persatuan Emak-emak Cinta Indonesia (PECI), dan Gerakan Harmoni Indonesia, dimana peserta aksi membawa spanduk bertuliskan antara lain “Bersatu membangun Indonesia”, “Tidak ada ruang untuk perpecahan Papua adalah Indonesia”, “Tolak perpecahan bangsa Papua adalah Indonesia”, “Jogja cinta Papua Torang sama sama Indonesia” dan “Berbeda namun saudara, dalam keindonesiaan”.
Dari berbagai fenomena diatas, maka masyarakat Indonesia semakin yakin bahwa mereka masih memiliki saudara-saudara di Papua sebagai sebuah bangsa yang kokoh. Perkembangan tersebut menunjukkan banyak masyarakat Indonesia kurang setuju dengan ide “referendum is solution for Papua’s case” yang diteriakkan Benny Wenda, Veronica Koman dan Aliansi Mahasiswa Papua (AMP), karena masyarakat dan pemuda Papua sendiri masih cinta Indonesia, karena apa “Indonesia adalah Papua dan Papua adalah Indonesia”. Goodbye foreign stooge and other crooks likes political fugitive such as Benny Wenda.
Sementara Sabby Kosay, mahasiswa Papua menyatakan, masyarakat Papua dan Papua Barat tidak tertarik dengan perayaan kelompok separatis. Pasalnya, Desember adalah bulan suci yang didalamnya terdapat hari Natal.
1 Desember tampaknya menjadi hari yang ditunggu oleh kelompok separatis untuk merayakan ulang tahunnya, sehingga aparat kepolisian mengerahkan 1.300 personel untuk melakukan pengamanan di seluruh wilayah Papua. Selain itu 1 Desember juga merupakan hari penting di Papua, dimana hari tersebut merupakan hari pembuka untuk merayakan Natal bagi umat Kristen dan Katolik dari berbagai demonasi gereja.
Sementara itu Kapolda Papua Irjen Pol Paulus Waterpauw mengatakan, tanggal 1 Desember tersebut menjadi hari kemerdekaan bangsa Papua, dan hal ini patut diwaspadai karena berkaitan dengan upaya-upaya menaikkan bendera bintang kejora dan upaya melakukan demonstrasi dengan mengerahkan massa yang besar dan lain sebagainya. Pihaknya juga tidak sepakat adanya pengibaran bintang kejora pada 1 Desember atau hari-hari setelahnya.
Pada kesempatan berbeda, ketua wilayah adat La Pago Agus Rawa Kogoya menghimbau kepada seluruh masyarakat Papua agar tidak terhasut dengan rencana OPM pada 1 Desember 2019.
Agus menilai, selama Bulan Desember semestinya masyarakat Papua khususnya umat kristiani lebih mempersiapkan dalam menyambut Natal yang akan dirayakan pada 25 Desember 2019 dan Tahun Baru 2020.
Dirinya juga telah menyampaikan bahwa Papua adalah tanah damai dan hal ini sudah menjadi komitmen bersama sehingga patut disepakati dan diindahkan dengan tidak membuat kegaduhan ataupun menyebarkan informasi yang tidak benar. Apalagi Desember adalah bulan untuk persiapan perayaan natal bagi umat Kristiani. Sehingga jangan sampai kedamaian natal dipengaruhi oleh isu murahan.
Menurutnya daripada membuat aksi atau orasi-orasi yang bisa memancing kerusuhan lebih baik masyarakat berdoa di rumah masing-masing, bukan dengan berkumpul di jalan-jalan atau di satu tempat yang sudah dilarang oleh pemerintah. Apalagi dalam tiga bulan terakhir ini situasi di Papua tengah dalam situasi pemulihan pasca aksi anarkis di sejumlah daerah.
Tentunya untuk menjaga kedamaian di bulan Desember, Masyarakat Papua sudah semestinya lebih cerdas dan cermat dalam menerima segala bentuk informasi atau ajakan yang berujung pada permasalahan. Ada baiknya mempersiapkan diri dan keluarga untuk menyambut perayaan Natal 25 Desember 2019 dan tahun baru 2020.
Meski situasi saat ini terpantau kondusif, namun memang terdengar kabar massa yang hendak turun ke jalan membawa bendera bintang kejora lambang OPM.
Pada kesempatan berbeda, tokoh Agama Pdt. Albert Yoku mengajak masyarakat agar menghindari segala sesuatu yang dapat menimbulkan kerusuhan atau kekacauan di Bumi Cenderawasih.
Tentu kita tidak ingin sejarah kelam terjadi kembali, seperti pada tragedi fatal 2 Desember 2018 lalu, dimana OPM telah membantai 31 pekerja pembangunan jalan di Kali Yigi Kali Aurak, Distrik Yigi, Kabupaten Nduga yang dilakukan oleh kelompok pimpinan Egianus Kogoya.
Agus juga menghimbau kepada seluruh masyarakat bumi Cenderawasih untuk senantiasa bersikap bijaksana dan cermat dalam menerima informasi sebelum mengikuti ajakan yang bisa membuat kegaduhan atau konflik yang bisa memakan korban.
Kesakralan bulan desember tentu harus dijaga dengan senantiasa tidak mudah terpancing provokasi ataupun tidak menyebarkan sesuatu yang berujung pada konflik antar anak bangsa.

No comments:

Post a Comment

Post Bottom Ad

Pages