Pemerintah Klaim Omnibus Law Beri Manfaat Khusus untuk Petani dan Nelayan - Mading Indonesia

Post Top Ad

Pemerintah Klaim Omnibus Law Beri Manfaat Khusus untuk Petani dan Nelayan

Pemerintah Klaim Omnibus Law Beri Manfaat Khusus untuk Petani dan Nelayan

Share This

 

  • UU Omnibus Law Cipta Kerja yang telah ditetapkan 2 November 2020 diharapkan bisa menyelesaikan berbagai masalah perekonomian, termasuk kontraksi ekonomi yang disebabkan oleh pandemi COVID-19.
  • Omnibus Law adalah reformasi regulasi sebagai sebuah terobosan besar dalam melakukan transformasi ekonomi serta mendorong reformasi birokrasi struktural di Indonesia.
  • Di sektor pertanian salah satu perubahan yang dilakukan terkait perizinan dari license approach menjadi risk base approach.
  • Ada empat hal yang menjadi concern dalam RPP sektor perikanan tangkap, yaitu pengelolaan sumber daya ikan, penangkapan ikan dan atau pembudidayaan ikan di wilayah pengelolaan perikanan di WPPN yang bukan untuk tujuan komersial, kapal perikanan dan terkait kepelabuhanan perikanan.

Di tengah pro kontra Undang-undang Omnibus Law Cipta Kerja yang telah ditetapkan pada 2 November 2020 lalu, pemerintah terus melakukan sosialisasi dan konsultasi publik pembuatan aturan turunannya berupa rancangan peraturan pemerintah ke berbagai lapisan masyarakat.

Bagi pemerintah, keberadaan UU ini dinilai tidak hanya mendorong pemulihan ekonomi dan transformasi ekonomi namun juga sangat diperlukan untuk mengatasi permasalahan yang ada serta tantangan-tantangan yang lebih dinamis di masa depan. UU Ini dinilai juga memberi manfaat khusus untuk petani dan nelayan.

Menurut Musdhalifah Machmud, Deputi II Menteri Koordinator Perekonomian RI, saat ini Indonesia menghadapi berbagai tantangan ekonomi yang cukup berat di tengah pandemi COVID-19, di mana pertumbuhan ekonomi mengalami kontraksi yang cukup besar.

Indonesia juga tengah menghadapi tantangan yang disebut middle income trade (MIT) yaitu keadaan ketika perekonomian suatu negara tidak dapat meningkat menjadi negara high income countries.

“Negara yang terjebak dalam MIT akan berdaya saing lemah karena apabila dibanding dengan low income countries akan kalah bersaing dari biaya tenaga kerja. Sedangkan dibanding high income countries, kita akan kalah bersaing dari segi teknologi dan produktivitas tinggi,” katanya dalam konsultasi publik yang dilakukan di Makassar dan secara daring, Rabu (2/12/2020).

No comments:

Post a Comment

Post Bottom Ad

Pages