Rakyat Indonesia Bersatu Hadapi Proxy War Ideologi Transnasional - Mading Indonesia

Post Top Ad

Rakyat Indonesia Bersatu Hadapi Proxy War Ideologi Transnasional

Rakyat Indonesia Bersatu Hadapi Proxy War Ideologi Transnasional

Share This

Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) oleh Mahkamah Agung telah sah dan meyakinkan melanggar konstitusi dan bertentangan dengan ideologi Pancasila dan menyatakan pembubaran ormas HTI oleh pemerintah berdasarkan Perppu Nomor 2 Tahun 2017 tetap berlaku.

“Menurut Mahkamah Agung sudah harus dibubarkan karena itu tidak sesuai dengan falsafah Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila,” kata Kabiro Hukum dan Humas MA Abdullah 16 Februari 2019 lalu.

HTI dinilai Mahkamah tidak menjalankan asas, ciri dan sifat ormas yang termaktub dalam Undang-undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan (UU Ormas), yaitu “tidak bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945”.

Namun gerakan pembunuh demokrasi, NKRI dan Pancasila seperti HTI ini ternyata masih berlanjut. Racun radikalisme berdasarkan agama tertentu yang menjadi kedok gerakan ini telah menyusup ke berbagai elemen bangsa dan pemuda Indonesia sendiri.

Ijtima ulama IV kelompok radikal salah satu keputusannya adalah menolak pemerintahan Jokowi-Ma’ruf mendatang yang merupakan produk demokrasi. Gejala awal untuk terus membunuh demokrasi Indonesia yang berdasarkan Pancasila terus dirongrong dan dirusak.

Padahal sejarah rakyat Indonesia sejak proklamasi kemerdekaan RI 17 Agustus 1945 tidak pernah menerima bentuk negara selain yang telah disepakati oleh Pendiri Bangsa Indonesia yang terdiri dari seluruh tokoh agama dan elemen bangsa.

Jika melihat ke masa lampau, sesungguhnya upaya mendirikan negara Islam pernah ada di Indonesia. Bedanya, HTI dan pendukungnya punya tujuan kekhalifahan transnasional seperti yang dicita-citakan ISIS di suriah dan Irak. Di Indonesia, lingkupnya “hanya” Indonesia, yang dipimpin Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo.

Negara Islam Indonesia yang dibentuk Kartosoewirjo dengan organisasinya Darul Islam (DI) dan Tentaranya yang dikenal dengan nama Tentara Islam Indonesia (TII) terbukti dalam sejarah telah melakukan gerakan separatisme dan pengrusakan.

Pemberontakan yang dilakukan DI/TII di pulau Jawa dan Sumatera menimbulkan saling curiga antara pemerintah, ulama, dan masyarakat. Pemerintah menganggap para ulama berusaha melindungi DI/TII, begitu pula ada saling tuduh di antara ulama sendiri.

Untuk mengurangi rasa saling curiga itu, akhirnya dibentuklah gagasan Badan Musyawarah Alim Ulama yang kelak menjadi majelis ulama sekaligus menjadi cikal bakal Majelis Ulama Indonesia. Tujuan dari Badan Musyawarah Alim Ulama ini adalah untuk memonitor gerak DI/TII sekaligus membantu pemerintah dalam menumpas DI/TII.

Pada 16 Agustus 1962, Pengadilan Mahkamah Darurat Perang (Mahadper) yang mengadili Kartosoewirjo mengatakan bahwa gerakannya selama 13 tahun dalam menegakkan Negara Islam Indonesia itu adalah pemberontakan dan hukuman mati pun dijatuhkan kepada SMK.

Pada 4 September 1962, Kartosoewirjo meminta bertemu dengan keluarganya, dan kemudian dibawa ke regu tembak keesokan harinya. Ia dibawa dengan sebuah kapal pendarat milik Angkatan Laut dari pelabuhan Tanjung Priok ke sebuah pulau sekitar Teluk Jakarta. Pada pukul 5.50 WIB, hukuman mati dilaksanakan.

Setelah meninggalnya SMK, juga sepeninggal pemimpin DI/TII Kahar Muzakkar di Sulawesi, semangat sebagian pengikut NII bisa jadi patah. Tapi kenyataannya hingga kini tetap ada yang bercita-cita menegakkan negara Islam, bahkan berbaiat kepada ISIS.

Tak seperti nyawa manusia, ideologi tak pernah bisa dibunuh.

Situasi yang sama kini dirasakan oleh seluruh rakyat Indonesia. Curiga kepada pemerintah tentang Islamophobia terus dibesar-besarkan agar ideologi transnasional penegakan Khilafah mereka dapat segera terwujud walau hanya didukung segelintir orang dan kelompok-kelompok kecil saja.

Menjelang proklamasi kemerdekaan RI tanggal 17 Agustus 2019 mendatang, maka hanya kesadaran masyarakat Indonesia harus terus dibangun tentang bahaya serangan proxy war ideologi transnasional.

Kesadaran inilah yang mampu membendung keinginan kelompok radikal yang hanya berkepentingan menghancurkan demokrasi sekaligus NKRI dan mampu membuat Indonesia tetap bertahan serta terus ada untuk mewujudkan cita-cita kemerdekaan para pendiri bangsa.

No comments:

Post a Comment

Post Bottom Ad

Pages